menimba ilmu, berbagi ilmu
Rabu, 25 September 2013
macam-macam fraktur ankle
Selasa, 01 Januari 2013
Soal Latihan Field Lab Topik Gizi Balita dan Ibu Hamil
- Mampu
melakukan pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang
badan (PB) dan umur (U) balita.
- Mampu
mengkategorikan hasil pengukuran BB, TB atau PB, dan Umur dalam status
gizi balita menurut aturan WHO.
- Mampu
mengisi dan membaca Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita).
- Mampu
mengkategorikan hasil pengukuran LILA sesuai pedoman WHO.
- Mampu
melakukan tindak lanjut atas hasil pengukuran LILA terhadap ibu hamil.
- Krisis
politik dan ekonomi
- Kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan, dan kesempatan kerja
- ketersediaan
pangan, perilaku asuhan ibu, dan pelayanan kesehatan
- asupan gizi
yang tidak adekut
- Infeksi
penyakit yang berulang
- Berat badan
sangat kurang
- Terlihat
sangan kurus tinggal kulit pembungkus tulang
- Edema
- Muscle
wasting
- Baggy pant
- Periksa
kehamilan sedikitnya 3x selama kehamilan
- Makan 1
piring lebih banyak dengan menu tinggi karbohidrat
- Istirahat
lebih banyak, sedikitnya 2 jam lebih lama di malam hari
- Mengikuti
program KB setelah melahirkan
- Konsumsi tablet zink
- Makan cukup
dengan pedoman gizi seimbang
- Tunda
kehamilan
- Bila
hamil, segera beri tablet besi
- Hidup bersih
dan sehat
- Diberi
penyuluhan agar melaksanakan anjuran
- Pengukuran
kadar hemoglobin darah
- Pengukuran
viskositas darah
- Pengukuran
kadar kalsium dalam darah
- Pengukuran
laju endap darah
- Pengukuran
kadar CKMB dalam darah
- Rujuk
segera ke UGD
- Diberikan
infus NaCl atau RL
- Diberikan
transfusi darah
- Diberikan
air gula
- Diberikan
vit.A dosis tinggi
- Tidak
mengalami gangguan perkembangan
- Garus
pertumbuhannya naik
- Dalam waktu
3 bulan terakhir tidak mengalami penyakit infeksi
- Lahir cukup
bulan dan cukup berat badan
- Berat
badannya selalu naik, mengikut salah satu pita warna atau pindah ke pita
warna di atasnya
- Penggunaan
garam beryodium
- Penyuluhan/
konseling gizi
- Pemberian
bantuan pangan darurat
- Pemantauan
pertumbuhan anak
- Pemberian
Imunisasi
- Menggunakan
garam beryodium
- Makan
dengan porsi dan gizi seimbang
- Makan
beraneka ragam
- Memberikan
ASI pada 2 tahun pertama
- Memantau
berat badan
- Mengaktifkan
kembali Sistem Kepedulian Pangan dan Gizi
- Revitalisasi
posyandu dan puskesmas
- Pemberian
intervensi gizi dan makanan tambahan
- Menggalang
kerjasama lintas sektor dan
kemitraan dengan dunia usaha
- Meningkatkan
daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang
- satu kali
- dua
kali
- tiga kali
- empat kali
- lima kali
- Timbang
berat badan, pemeriksaan TBC, Tinggi fundus uteri, tes laboratorium,
tekanan darah
- Ukur tinggi badan,
tekanan darah, tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toksoid, tablet
tambah darah
- Tingkat
pendidikan ibu, tinggi fundud uteri, imunisasi tifoid, ukur tinggi badan,
tablet tambah darah
- Tes
laboratorium, imunisasi tetanus toksoid, tingkat sosial ekonomi keluarga
pasien, tekanan darah, tinggi fundus uteri
- Imunisasi
tifoid, tekanan darah, ukur tinggi badan, tingkat pendidikan ibu, tes
laboratorium
- Pelatihan
tatalaksana gizi buruk bagi petugas kesehatan
- Melakukan
kampanye secara bertahap
- Perawatan/pengobatan
gratis balita gizi buruk dari keluarga miskin
- Melakukan
pendampingan di rumah sakit
- Penyediaan
sarana terutama dacin, panduan posyandu, dan KMS
- TB/U
- BB/TB
- BB/U
- TB/BB
- Lingkar
kepala
Minggu, 15 April 2012
Rehabilitasi Medik pada Lansia
Dekubitus
a. Derajat dekubitus
· Derajat I : reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis. Tampak sebagai daerah kemerahan atau eritema indurasi atau lecet
· Derajat II : reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemak subkutan. Tampak sebagai ulkus yang dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit
· Derajat III : ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau
· Derajat IV : perluasan ulkus menembus otot, sehingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
b. Patofisiologi Dekubitus
Pada keadaan normal, tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Namun sebagai contoh bila seorang penderita mengalami immobilisasi/tirah baring dalam waktu yang cukup lama maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan tersebut akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor tambahan lain yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus:
a. Faktor Intrinsik
· Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit akan tipis.
· Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
· Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
· Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun.
· Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight
· Anemia
· Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan kadar albumin darah menurun
· Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, juga mempermudah dan meperjelek dekubitus
· Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.
b. Faktor Ekstrinsik
· Kebersihan tempat tidur.
· Peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
· Duduk yang buruk
· Posisi yang tidak tepat
· Perubahan posisi yang kurang
konstipasi
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering.
- Penyebab konstipasi
ü Kurang gerak.
ü Kurang minum.
ü Kurang serat.
ü Sering menunda buang air besar.
ü Kebiasaan menggunakan obat pencahar.
ü Imobilisasi
ü Efek samping obat-obatan tertentu (antasid dan opiat) sampai adanya gangguan seperti usus terbelit.
- Patofisiologi konstipasi
Defekasi menjadi sulit manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang akhirnya akan memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, maka konsistensinya akan semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga susah dikeluarkan. Pada usia lanjut terdapat perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada lansia yang imobilisasi perpanjangan waktu gerakan usus dapat mencapai 14 hari, sehingga sering menyebabkan konstipasi.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya bagi mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami perubahan patologis, antara lain:
· Diskesia rektum: penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasias.
· Dis-sinegia pelvis: terdapat relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB.
· Peningkatan tonus rektum: kesulitan mengeluarkan feses yang berbentuk kecil.
Cara mengurangi resiko konstipasi
· Menyarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan.
· Menganjurkan untuk minum paling sedikit delapan gelas cairan (air, jus, teh, kopi) setiap hari untuk melembutkan feses.
· Menganjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin, karena bisa menyebabkan ketergantungan.
- Pemeriksaan
o Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
ü Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran nadi.
ü Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebih, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus.
ü Pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
ü Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor resiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.
ü Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan koloskopi (Nri, 2004).
- Terapi
- Terapi diberikan sesuai penyebabnya dan pada lansia pengobatannya harus hati-hati. Untuk pengobatan biasanya dimulai fase 1 yaitu perubahan kebiasaan hidup meliputi latihan buang air besar secara teratur, dikombinasi olahraga, dan diet banyak cairan minimum 1500 cc/hari air/jus buah, makanan berserat sehari 20-30 gram.
- Jika belum membaik, maka terapi memasuki fase 2, yaitu penggunaan obat-obatan laksatif atau supositoria dan enema serta terapi lainnya.
- Jika fase 2 tidak efektif, maka perlu pemeriksaan radiologis, bahkan pada konstipasi tertentu perlu dilakukan tindakan operasi.
e. Patofisiologi hubungan serat dengan konstipasi
Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon sehingga makanan yang dicerna cenderung lebih cepat untuk sampai pada rektum. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat beresiko lebih besar mengalami konstipasi.