Senin, 26 Maret 2012

OSTEOPOROSIS

Definisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Menurut WHO, Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.

Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.

Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis.

Macam –Macam Osteoporosis

1. Osteoporosis pascamenopause

Osteoporosis jenis ini terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang dan menekan aktivitas osteoklas. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.

3. Osteoporosis sekunder

adalah osteoporosis yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok juga dapat memperburuk keadaan ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopati

merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Stadium Osteoporosis

1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.

2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-50 tahun, kepadatan tulang mulai turun (osteopenia).

3. Pada stadium 3, usia lebih dari 50 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan benturan ringan.

Gejala Osteoporosis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:

1. Tinggi badan berkurang

2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3. Patah tulang

4. Nyeri bila ada patah tulang

Faktor Risiko Osteoporosis

Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.

Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:

1. Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.

2. Usia

Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.

3. Ras

Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.

4. Pigmentasi dan tempat tinggal

Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia

5.Riwayat keluarga

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis.

6. Sosok tubuh

Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.

7. Menopause

Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis.

Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.

1. Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).

2. Kurang kalsium

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.

3. Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.

4. Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.

5. Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.

6. Stres

Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.

7. Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang.

Pencegahan Osteoporosis

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:

1. Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.

2. Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.

3. Melakukan olahraga dengan beban

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan, dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar.

4. Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.

STROKE

Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Klasifikasi Stroke

1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a) Stroke iskemik

· Transient Ischemic Attack (TIA)

· Trombosis serebri

· Emboli serebri

b) Stroke hemoragik

· Perdarahan intraserebral

· Perdarahan subarakhnoid

2) Berdasarkan stadium:

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

b) Stroke in evolution

c) Completed stroke

3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):

a) Tipe karotis

b) Tipe vertebrobasiler

Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak.

1. Non modifiable risk factors :

· Usia

· Jenis kelamin

· Berat badan lahir rendah

· Ras/etnis

· genetik

2. Modifiable risk factors

· Hipertensi

· Paparan asap rokok

· Diabetes

· Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

· Dislipidemia

· Stenosis arteri karotis

· Sickle cell disease

· Terapi hormonal pasca menopause

· Diet yang buruk

· Inaktivitas fisik

· Obesitas

· Penyalahgunaan alkohol

Patofisiologi Stroke Iskemik

Jenis stroke ini disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis dari arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada otak. Jenis stroke ini merupakan stroke yang tersering didapatkan, sekitar 80% dari semua stroke. Iskemik otak yang terjadi pada jenis stroke ini mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap:

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya dinding arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

Rabu, 14 Maret 2012

Demam Berdarah Dengue

1. Penyebab

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2011).

2. Vektor Penyakit

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).

3. Cara Penularan

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent enchancement (ADE);

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10;

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

a. Supresi sumsum tulang

b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, et.al., 2006).

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enchancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya pendarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati apabila terlambat pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia, pendarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan petunjuk prognosis baik.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/µl ditemukan di antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum dan nitrogen darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara. (Sudarmo, et al, 2002)

Jumat, 09 Maret 2012

Respiration Distress Syndrome

Definisi

Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah suatu keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan. Agar bayi bisa bernafas dengan bebas, setelah lahir, alveoli harus tetap terbuka dan terisi dengan udara. Alveoli bisa terbuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan. Surfaktan dihasilkan oleh sel-sel di dalam alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan dihasilkan oleh paru-paru yang matang, yaitu pada kehamilan 34-37 minggu.

Etiologi

Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma gawat pernafasan juga cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes. Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. RDS dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Umum:

1. Defisiensi surfaktan

2. takipnea transien

3. aspirasi (mekonium, darah, cairan amnion, susu formula)

4. pneumonia.
5. Obstruksi jalan napas

6. hipoplasia paru

b. Metabolik:
1. Asidosis

2. sepsis

3. hipoglikemia

4. hipermagnesemia.
c. Neuromuskular:
1. Hemoragi intrakranial

2. obat maternal dan neonatal

3. defek tubulus neuralis

4. kerusakan nervus frenikus.
d. Vaskular:
1. Hipovolemia

2. anemia

3. polisitemia.

Patofisiologi

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimal pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterin seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam organik . Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.

Gejala
Gejala-gejalanya berupa:
- takipneu (pernafasan cepat)
- retraksi intercostalis
- apneu

- sianosis (warna kulit dan selaput lendir membiru)
- edema (pembengkakan tungkai atau lengan)

Carpal Tunnel Syndrome

Carpal Tunnel Sindrom adalah kelainan pada daerah pergelangan tangan akibat kompresi nervus medianus oleh ligamen transversum. Ligamentum Transversum adalah ligamen yang berjalan melintang di daerah pergelangan tangan dan membentuk ruang di bagian bawahnya yang biasa disebut dengan carpal tunnel. Pada daerah carpal tunnel dilalui oleh n.medianus dan beberapa tendon muskulus flexor.

Gejala klinis yang muncul adalah nyeri di daerah volar dan pergelangan tangan dari salah satu atau kedua tangan, kesemutan (parestesi), mati rasa (numbnesss), dan terbakar (burning) yang dirasakan di jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Sensasi tersebut dapat mejalar sampai ke lengan dan bahu. Pada jari ke lima, jarang atau hampir tidak pernah dijumpai keluhan. Apabila hal ini berlangsung lama maka keluhan mati rasa akan bertambah hebat, dan kemampuan untuk membedakan sensasi, serta daya menggenggam tangan menurun. Gejala klinis umumnya bersifat progresif dalam kurun waktu minggu, bulan, ataupun tahun, dan keluhan seringkali muncul di waktu malam hari saat pasien istirahat.

Carpal Tunnel Syndrome sering dijumpai pada orang-orang yang pekerjaannya melibatkan gerakan tangan berulang-ulang, misalnya pada pemakai komputer, alat musik, alat menjahit, mencuci dengan tangan, dan guru. Kondisi medis tertentu seperti diabetes, kehamilan, rheumatoid arthritis, dan thyroid disease sering dikaitkan dengan munculnya carpal tunnel syndrome.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik (Pray test dan Fallen test) dan pemeriksaan nerve conduction velocity dan electromyograph. Pray test dan Fallen test dilakukan selama satu menit, dan apabila pasien menderita carpal tunnel sindrom maka akan timbul parestesia.

Terapi dapat dilakukan secara konservatif maupun operatif. Sampai saat ini terapi konservatif dengan pemakaian wrist splint dan akupuntur menunjukkan hasil yang memuaskan. Wrist splint dipakai saat tidur dan terapi akupunktur dilakukan secara berseri dengan interval 2-3 kali perminggu. Injeksi lokal kortikosteroid bisa dipertimbangkan apabila dengan terapi akupunktur, pemakaian wrist splint, dan modifikasi pekerjaan belum mencapai hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi operatif hanya dilakukan apabila terapi konservatif mengalami kegagalan dan apabila dijumpai kelemahan atau atrofi muskulus Thenar.

De Quervain Syndrome

De Quervain Syndrome adalah penyakit yang terjadi karena adanya peradangan pada tendo-tendo dari m. Abductor pollicis longus dan m. Extensor pollicis brevis yang bersama-sama ke satu selubung tendo. Beberapa penyebab De Quervain Syndrome adalah idiopatik atau tidak diketahui, tetapi penggunaan sendi yang berlebihan atau overuse (terutama pada ibu jari) sering memunculkan De Quervain Syndrome.

Kebanyakan penyebab lain adalah pemakaian otot yang berlebihan, umumnya terjadi di sekitar pergelangan tangan, misalnya terlalu banyak menulis, mengetik, pekerjaan merakit, dan sebagainya dapat memicu peradangan.

Gejala dan keluhan yang dapat ditimbulkan oleh sindrom ini antara lain rasa nyeri saat menggerakkan pergelangan tangan, timbul bengkak sekitar pergelangan tangan, spasme m. abductor pollicis longus dan m. extensor pollicis brevis, serta adanya nyeri tekan sekitar processus styloideus radii.

Kalau di lihat dari segi anatomis, tangan, pergelangan tangan dan jari merupakan bagian dari ekstremitas atas yang mudah sekali terkena injury. Salah satu gangguan yang sering terjadi yaitu adanya cidera pada m.abductor pollicis longus dan m. extensor pollicis brevis karena mengalami gangguan gerak pada ibu jarinya atau yang disebut dengan ”De Quervain Syndrome”. De Quervain Syndrome terjadi pada kebanyakan wanita usia 40-50tahun.

Senin, 05 Maret 2012

UKK Sekunder

1. squama: sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.

2. Krusta: kerak atau keropeng yang meunjukkan adanya cairan yang mengering.

3. erosi: lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit sebelum staturm basalis, yang ditandai dengan keluarnya serum.

4. ekskoriasi: lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit melampaui stratum basalis yg ditandai adanya bintik perdarahan dan serum.

5. ulkus: tukak atau borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.

6. likenifikasi: penebalan lapisan eidermis di sertai guratan garis kulit yang semakin jelas, akibat garukan atau usapan yang bersifat kronis.

7. Atropi: penipisan lapisan epidermis ataupun dermis.

8. skar: digantikanjaringan normal kulit dengan jaringan fibrotik pada tempat penyembuhan luka, contoh: skar hipertrofi, keloid, dan dispigmentasi.

9. sklerosis: pengerasan atau indurasi lapisan kulit.

10. teleangiektasi: dilatasi atau pembelaran pembuluh darah superfisialis

11. nikolsky’s sign: vesikel atau bula melebar jika di tekan; lepasan perlekatan kulit pada penekanan yang ringan baik pada tepi lesi maupun tengah lesi.

UKK Primer

1. Makula: bercak pada kulit, berbatasa tegas, berupa perubahan warna semata.

2. Papula: penonjolan di atas kulit, sirkumskripta, diameter 0,5 cm, dan berisikan zat padat.

3. plak: papula datar, diameter lebih dari 1 cm

4. Urtika: penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang timbul mendadak dan dapat hilang sendiri secara perlahan.

5. nodul: tonjolan berupa masa padat yang sirkumskripta, dengan ukuran bervariasi antara 0,5-2 cm, dapat terletak pada lapisan epidermis, dermis, atau sub kutan.

6. vesikel: lepuh berisis cairan serum, memiiki atap atau dasar, diameter <0,5 cm

7. bula: vesikel yang berukuran >0,5 cm

8. pustula: lepuh berisi nanah. Bila nanah mengendap di dasar lepuh, disebut hipopion.

9. Kista: ruangan / kantong berdinding dan berisi cairan atau material semi solid (sel atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis.

10. purpura: warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika ditekan, terjadi karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan.

Minggu, 04 Maret 2012

TENS

TENS (transelectrocutaneus nerve stimulation) adalah suatu modalitas elektrik yang digunakan sebagai alat untuk mengatasi nyeri.

Indikasi TENS:

1. Nyeri akut

Terutama pada kasus cedera olahraga ringan seperti cedera sendi lutut ataupun bahu. Juga efektif pada kasus nyeri punggung, keseleo/terkilir pada otot dan ligamen, tengeng/torticolis, keterbatasan gerak sendi, kaku dan nyeri pada otot tubuh, pegal/nyeri pada daerah tengkuk, pada pungung, dan daerah pinggang.

2. Nyeri kronik

Terdapat pada rematik, radang sendi (osteoarthritis), neuropati perifer (pd penderita DM), cedera syaraf tepi, nyeri pasca amputasi, dan nyeri pasca sakit herpes.

3. Nyeri pasca tindakan/ operasi/melahirkan

4. Nyeri pada pinggang pasca melahirkan, susah buang air besar, nyeri kepala pasca operasi sectio caesar, dan kesulitan buang air kecil pasca melahirkan.