Minggu, 15 April 2012

konstipasi

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering.

  1. Penyebab konstipasi

ü Kurang gerak.

ü Kurang minum.

ü Kurang serat.

ü Sering menunda buang air besar.

ü Kebiasaan menggunakan obat pencahar.

ü Imobilisasi

ü Efek samping obat-obatan tertentu (antasid dan opiat) sampai adanya gangguan seperti usus terbelit.

  1. Patofisiologi konstipasi

Defekasi menjadi sulit manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang akhirnya akan memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, maka konsistensinya akan semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga susah dikeluarkan. Pada usia lanjut terdapat perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada lansia yang imobilisasi perpanjangan waktu gerakan usus dapat mencapai 14 hari, sehingga sering menyebabkan konstipasi.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya bagi mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami perubahan patologis, antara lain:

· Diskesia rektum: penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasias.

· Dis-sinegia pelvis: terdapat relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB.

· Peningkatan tonus rektum: kesulitan mengeluarkan feses yang berbentuk kecil.

Cara mengurangi resiko konstipasi

· Menyarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan.

· Menganjurkan untuk minum paling sedikit delapan gelas cairan (air, jus, teh, kopi) setiap hari untuk melembutkan feses.

· Menganjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin, karena bisa menyebabkan ketergantungan.

  1. Pemeriksaan

o Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.

ü Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran nadi.

ü Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebih, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus.

ü Pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.

ü Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor resiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.

ü Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan koloskopi (Nri, 2004).

  1. Terapi
  • Terapi diberikan sesuai penyebabnya dan pada lansia pengobatannya harus hati-hati. Untuk pengobatan biasanya dimulai fase 1 yaitu perubahan kebiasaan hidup meliputi latihan buang air besar secara teratur, dikombinasi olahraga, dan diet banyak cairan minimum 1500 cc/hari air/jus buah, makanan berserat sehari 20-30 gram.
  • Jika belum membaik, maka terapi memasuki fase 2, yaitu penggunaan obat-obatan laksatif atau supositoria dan enema serta terapi lainnya.
  • Jika fase 2 tidak efektif, maka perlu pemeriksaan radiologis, bahkan pada konstipasi tertentu perlu dilakukan tindakan operasi.

e. Patofisiologi hubungan serat dengan konstipasi

Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon sehingga makanan yang dicerna cenderung lebih cepat untuk sampai pada rektum. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat beresiko lebih besar mengalami konstipasi.

0 comments:

Posting Komentar